JAKARTA: Selama lebih dari satu dekade, Ade Khoswara telah bekerja sebagai ahli perfusi di tim bedah jantung di salah satu rumah sakit terkemuka di Arab Saudi, bekerja sama dengan beberapa rumah sakit terbaik di bidangnya.
Seorang warga negara Indonesia berusia 42 tahun dari Sukabumi, Jawa Barat, bertanggung jawab mengoperasikan mesin yang secara artifisial menggantikan fungsi jantung atau paru-paru pasien selama operasi.
Sejak bergabung dengan Rumah Sakit Spesialis dan Pusat Penelitian King Faisal di Riyadh pada tahun 2010, beliau mampu mengembangkan keterampilannya dan mendapatkan pengalaman baru yang belum pernah terbayangkan sebelumnya.
“Banyak hal berharga yang saya peroleh, terutama ilmu dan keterampilan yang saya peroleh,” kata Khoswara kepada Arab News.
“Indonesia masih belum memiliki banyak perangkat dan perlengkapan baru karena harganya terlalu mahal, namun masyarakat di Arab Saudi memiliki banyak perangkat dan perlengkapan tersebut berkat dukungan luar biasa dari pemerintah.”
Ketika memutuskan untuk pergi ke luar negeri, Koswara, seperti kebanyakan orang Indonesia, mempertimbangkan keuntungan finansial dari bekerja di kerajaan, yang akan memberinya gaji delapan kali lipat dari gaji yang ia peroleh saat itu dari rumah sakit umum di negara asalnya.
“Ada perbedaan yang signifikan secara finansial dalam hal imbalan ekonomi,” katanya. “Pada tahun 2010, saya mendapat penghasilan sekitar Rp6 juta ($372) (per bulan), termasuk tunjangan dan insentif, namun di Arab Saudi, saya mendapat penghasilan sekitar Rp50 juta.”
Sejak pindah ke Riyadh, Koswara – ketua Ikatan Perawat Nasional Indonesia di Arab Saudi – telah bekerja dengan dokter dari Amerika Serikat dan Eropa dan belajar untuk mematuhi standar internasional di rumah sakit tersebut. Dia berlatih di luar negeri untuk meningkatkan keterampilannya.
“Saya mendapat kesempatan pergi ke Jerman dan itu luar biasa karena saya bermimpi pergi ke sana dan itu menjadi kenyataan… Itu membuat saya bahagia dan termotivasi,” ujarnya.
“Peluang di sini sama. Hal ini tidak hanya berlaku bagi warga Saudi, namun juga ketika mereka melihat potensi pada setiap karyawan, meskipun mereka bukan warga negara Saudi.
Koswara mengatakan perawat Indonesia lainnya lebih berpeluang berkarir di Arab Saudi.
“Khusus perawat Indonesia, peluang karir internasional sangat besar di Timur Tengah, khususnya di Arab Saudi. Kita mempunyai peluang untuk memasuki pasar ini, mendapatkan pengalaman baru dan lebih baik, serta mendapatkan imbalan finansial yang lebih baik,” ujarnya.
Arab Saudi merupakan salah satu negara tujuan utama pekerja migran Indonesia dan menduduki peringkat ketujuh pada tahun lalu, menurut data pemerintah.
Namun karena sebagian besar dari mereka adalah pekerja rumah tangga, Koswara memperkirakan ada sekitar 600 perawat Indonesia yang saat ini bekerja di kerajaan tersebut.
Yang lainnya adalah Akir Fahruddin, yang pertama kali pindah ke kerajaan tersebut pada tahun 2015 untuk bekerja di bawah Kementerian Tenaga Kerja dan Pembangunan Sosial, yang kemudian menjadi Kementerian Sumber Daya Manusia dan Pembangunan Sosial.
Setelah bekerja selama hampir tiga tahun, Fahruddin bekerja sebagai perawat kesehatan kerja sebelum kembali ke Riyadh pada tahun 2021 ke Indonesia untuk melanjutkan studinya dan kini mengkhususkan diri dalam melindungi dan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan pekerja.
Pria berusia 33 tahun ini sekarang bekerja di sebuah perusahaan di kota pelabuhan terapung Oxagon pada proyek NEOM bernilai miliaran dolar.
Dari sistem kesehatan Saudi, Fahruddin mengaku belajar tentang nilai kerja sama dan rasa hormat di antara para petugas kesehatan.
“Tidak ada yang lebih unggul dari yang lain, dan ini merupakan hal positif yang saya pelajari selama bekerja di Arab Saudi,” katanya kepada Arab News.
“Saya merasa dihargai. Ketika seseorang memuji kami dalam melatih peran kami, saya merasa mereka menghargai kemampuan saya, dan itu adalah sesuatu yang saya alami secara langsung.
Ia bersyukur atas waktu yang diberikan kepadanya untuk melaksanakan salat, sesuatu yang ia pelajari dari teman-temannya yang tidak dimiliki oleh pekerja di negara lain.
“Kalau saya bandingkan dengan dua teman saya di Jepang dan Jerman, mereka punya keterbatasan dalam menjalankan agamanya. Hal ini berbeda dengan pengalaman saya di Arab Saudi, di mana saya diperbolehkan menunaikan shalat sesuka saya dan mereka memberi saya waktu,” kata Fahruddin.
Empat bulan lalu, ia mengalami puncak karirnya ketika ia berhasil menghidupkan kembali dan menyelamatkan seorang pasien dalam keadaan darurat.
“Dia selamat. Saya bisa menyelamatkan seorang pasien yang sudah berhenti berdetak, hal ini sangat mengesankan bagi saya… Ini membuat saya bisa merenungkan berapa lama saya telah belajar dan bisa mempraktikkannya untuk menyelamatkan seorang pasien,” katanya. dikatakan.
Yang terpenting, Fahruddin bersyukur kariernya di Kerajaan memberinya kesempatan untuk menghidupi keluarganya di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
“Saya bisa membantu keluarga saya, membantu keponakan saya untuk melanjutkan pendidikan dan saudara saya yang lain untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi,” ujarnya.
“Saya bisa menabung untuk masa depan saya dan membeli properti untuk rumah saya. Itulah kebahagiaan yang saya dapatkan dari bekerja di sini.
More Stories
Ringkasan: Anantara Resort di Indonesia; Tampa Hyatt sedang bergerak
Telin dan Indosat bermitra untuk meningkatkan konektivitas Indonesia dengan ICE System 2
Vaisala akan memodernisasi 14 bandara di Indonesia