Menyusul kunjungannya ke Indonesia awal bulan ini, Kepala Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) Korea Selatan mengusulkan untuk mengakhiri kerja sama dengan Indonesia dalam pengembangan jet tempur supersonik KF-21 Boramae asal Korea.
Dianugerahi Penghargaan ‘Pahlawan Perang’ USAF karena Membunuh Dua Pria, Tapi Dipecat karena Mencintai Satu: Kisah Leonard Matlovich
Eom Dong-hwan, kepala Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) Korea Selatan, melakukan perjalanan ke Jakarta dalam upaya untuk menyelesaikan masalah terkait penundaan pembayaran untuk pengembangan bersama Korea Aerospace Industries (KAI) KF-21/IFX generasi 4.5 jet tempur. Ke Indonesia pada awal Oktober.
Pada tanggal 6 Oktober, Kementerian Pertahanan Indonesia (MoD) mengumumkan bahwa Eom Dong-hwan telah bertemu dengan Menteri Pertahanan Indonesia Prabowo Subianto. Namun, kedua belah pihak tetap diam mengenai hasil diskusi mereka.
Tentang menjadi Diulas oleh Janes Saat itu, DAPA menyatakan akan terus menormalisasi pengembangan bersama KF-21 oleh Republik Korea-Republik Indonesia (RoK-RI). Namun, pihaknya menambahkan peringatan bahwa pengungkapan rincian dilarang karena diskusi sedang berlangsung antara kedua belah pihak.
Dalam laporan Asia Times baru-baru ini Laporan Ketua DAPA telah mengisyaratkan bahwa meskipun mereka telah mengadakan diskusi ekstensif untuk mempertahankan kemitraan dan melanjutkan proyek, semuanya tidak akan berjalan baik. Ketua DAPA mencatat bahwa Indonesia belum memberikan kontribusi sebesar 991,1 miliar won dan rencana tersebut akan segera ditinjau sepenuhnya. EurAsian Times tidak dapat mengkonfirmasi informasi ini secara independen.
“Kita harus mengambil tindakan mendasar atas tidak terbayarnya bagian proyek KF-21 oleh Indonesia,” kata ketua DAPA, yang menghadiri audit pemerintah Komisi Keamanan Nasional yang diadakan di Majelis Nasional di Yeouido pada 16 Oktober.
Lebih lanjut beliau menyampaikan posisinya kepada pihak Indonesia, “Untuk menghentikan program KF-21 secara rutin, taruhannya harus dibayar. Jika kami tidak dapat menyampaikan rencana yang kredibel dan dapat dilaksanakan untuk tiga tahun 2023-25 pada akhir Oktober, kami tidak punya pilihan selain meninjau keseluruhan bisnis dari awal.
Sejak Indonesia bergabung dalam program ini, Indonesia hanya mampu membayar sejumlah kecil dari total bagian sehingga menimbulkan keributan di Korea Selatan. Terlepas dari itu, pihaknya telah mengatakan dalam beberapa kesempatan bahwa mereka ingin berkomitmen pada program jet tempur canggih KF-21 Boramae Korea Selatan, meskipun sering kali melewati tenggat waktu pembayaran.
Sumber yang tidak disebutkan namanya di pabrik pesawat milik negara Indonesia PT Dirgantara Indonesia (PTDI) mengatakan pihaknya tidak akan mundur dari komitmennya terhadap program jet tempur generasi 4,5 KF-21 Boramae Korea Selatan, meskipun gagal memenuhi tenggat waktu pembayaran. Indonesia menyumbang 21% dari cost share hingga Juni 2023, kata sumber tersebut.
Meskipun ada beberapa janji, Kementerian Pertahanan Indonesia gagal mengumumkan secara resmi jadwal pembayaran untuk tahun 2024-2026 pada akhir bulan Juni tahun ini, setelah itu DAPA mengumumkan pada tanggal 3 Juli bahwa mereka akan mengadakan pembicaraan dengan pihak berwenang Indonesia untuk menyelesaikan masalah tersebut. dan memastikan kedua mitra berkomitmen terhadap pengembangan bersama jet tempur KF-21.
Meskipun tidak membayar iuran menjadi kendala, Jakarta mengeluhkan masalah partisipasinya dalam inisiatif KF-21/IFX. Pada tanggal 2 Oktober, Kepala Staf Presiden H. Moeldoko KF-21/IFX melakukan stabilitas program kerja sama Dipengaruhi oleh Tiga kesulitan utama, termasuk- “Hak kekayaan intelektual, hak kontrak dan pemasaran.”
Moeldoko mencatat bahwa alokasi pembagian biaya untuk proyek tersebut “tertunda dan perlu dinegosiasi ulang untuk menyelesaikan masalah ini”. Masalah pembayaran “telah menjadi keputusan yang diambil oleh Kementerian Keuangan,” tambahnya. “Kerja sama ini berperan dalam hubungan politik Indonesia dan Korea Selatan. Ini patut diperhatikan secara serius,” ujarnya.
Ketika diskusi antara kedua belah pihak menemui hambatan, ada kekhawatiran bahwa pengembangan bersama KF-21, yang diharapkan dapat meningkatkan kekuatan udara Indonesia, mungkin akan menemui hambatan, sebagaimana dibuktikan oleh komentar ketua DAPA. Lagi.
Indonesia tidak akan membayar iurannya
Indonesia mengklaim 20% saham dalam program KF-21 dan transfer teknologi, sedangkan Korea memegang sisanya. Korea Aerospace Industries (KAI) telah berjanji untuk membayar sekitar US$1,2 miliar, atau 20% dari total biaya proyek sebesar US$6,2 miliar, untuk mengawasi pengembangan teknik dan manufaktur.
Namun terdapat keraguan mengenai komitmen Indonesia terhadap program pengembangan jet tempur canggih yang diluncurkan pada tahun 2015, dengan pembayaran yang ditangguhkan dari Januari 2019 hingga November 2022.
Sejak menandatangani perjanjian tersebut, Indonesia hanya membayar 278,3 miliar dari total 1,2694 triliun won karena memburuknya situasi ekonomi. Namun, pada bulan April 2023, hal itu terjadi dilaporkan Indonesia akan menerima prototipe KF-21 setelah memenuhi kewajiban finansial yang ditentukan dalam kontrak.
Berdasarkan laporan, Jakarta berhutang tunggakan sebesar 991,1 miliar won. Karena alasan ini, beberapa pihak di Korea berpendapat bahwa kesepakatan komersial KF-21 harus dihentikan.
Berbicara kepada EurAsian Times, Shashank S Patel, seorang analis yang mengikuti perubahan lanskap geopolitik di negara-negara Asia Timur, mengatakan, “Indonesia, yang berada dalam krisis keuangan, telah meninggalkan Korea Selatan. Proyek Kapal Selam Sebelumnya merupakan mitra utama karena kesulitan membayar tagihan, namun jalur dalam program Jet akan menemukan penggantinya.
Namun demikian, Indonesia berupaya memperkuat angkatan udaranya, yang memiliki sekitar 49 jet tempur termasuk 33 F-16, 11 Su-30, dan lima Su-27, dengan Su-30 asal Rusia sebagai pesawat tempur utamanya. Mereka berencana membeli Su-35 dari Rusia, namun ditolak oleh AS.
Pada bulan Februari 2022, Indonesia mencapai kesepakatan dengan Prancis untuk membeli 42 jet tempur Rafale dari Dassault Aviation dan saat ini sedang menyelesaikan pembelian jet tempur F-15EX AS, yang tidak berjalan baik dengan Korea Selatan.
Laporan Asia Times dengan tegas mencatat bahwa Indonesia telah memutuskan untuk membeli 42 jet tempur Rafale Perancis dan menandatangani Memorandum of Understanding (MOU) untuk membeli 24 jet tempur F-15EX buatan AS tanpa memutuskan bagaimana cara membayar sisanya untuk proyek KF-21. . .
Laporan tersebut mengutip kepala DAPA yang mengatakan bahwa dia “meminta masukan finansial aktif dalam kontrak antarnegara” karena Indonesia menunjukkan ketidakkonsistenan dalam alasan tidak dibayarnya tunggakan dan pembelian barunya.
More Stories
Ringkasan: Anantara Resort di Indonesia; Tampa Hyatt sedang bergerak
Telin dan Indosat bermitra untuk meningkatkan konektivitas Indonesia dengan ICE System 2
Vaisala akan memodernisasi 14 bandara di Indonesia