Permasalahan terkait penerimaan masyarakat dan kurangnya minat industri terus menghambat Indonesia untuk mewujudkan potensi panas bumi secara maksimal.
Perlawanan masyarakat lokal dan kurangnya minat pihak swasta terus menjadi tantangan dalam percepatan pengembangan sektor panas bumi di Indonesia.
Demikian pendapat Direktur Jenderal Indonesia Energi baru terbarukan dan ketahanan energi (EBTKE) dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Enya Listiani Devi saat Green Economic Expo 2024 yang digelar di Jakarta Convention Center. Indonesia mempunyai kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi terbesar kedua di dunia, setelah Amerika Serikat. Karena pemerintah telah menetapkan target penambahan kapasitas sebesar 3,3 GW pada tahun 2030, masih terdapat potensi yang belum dimanfaatkan.
Namun proyek panas bumi di banyak tempat di Indonesia mendapat tentangan dari masyarakat lokal. “Terkadang warga sekitar tidak paham bahwa pengeboran bisa menghasilkan listrik.” Dia berkomentar. Oleh karena itu, Dirjen mendorong seluruh pemangku kepentingan yang memahami potensi panas bumi untuk turut serta menjelaskan kepada masyarakat bahwa industri ini mampu menyediakan pasokan energi yang ramah lingkungan.
“Saya mohon kerja sama semua pihak untuk menjelaskan kepada warga bahwa pengeboran panas bumi merupakan upaya mempercepat beban dasar pasokan listrik,” kata Enya.
Kurangnya investasi swasta
Ada juga keengganan industri untuk berinvestasi dan mengembangkan proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi. Tahun ini, PLN harus mengembalikan tiga wilayah kerja panas bumi (WKP) – Danau Ranau, Gunung Sirung, dan Oka Ile Ange – ke Kementerian ESDM karena izin eksplorasi di wilayah tersebut telah habis masa berlakunya. PLN juga mengungkapkan WKP Kepahiang akan kembali dilelang setelah potensi kemitraan dengan Star Energy Geothermal gagal.
Menurut Enia, sejumlah investor khawatir permintaan listrik di beberapa lokasi panas bumi akan rendah. Namun, hal ini dapat diatasi dengan memanfaatkan kekuatan produksi hidrogen ramah lingkungan. “Kalau kita investasi 10 MW, kalau kebutuhannya 2 MW, sisa 8 MW bisa kita manfaatkan untuk diubah menjadi hidrogen,” jelas Enya.
Awal tahun ini, pembangkit listrik tenaga panas bumi Kamojang milik PLN menjadi produsen hidrogen ramah lingkungan bertenaga panas bumi pertama di Indonesia.
Pemerintah Indonesia terus mendukung pengembangan proyek panas bumi melalui program pemerintah untuk melakukan pengeboran di kawasan greenfield. Hal ini bertujuan untuk mengurangi beban risiko penemuan dari pengembang swasta ketika berinvestasi pada peluang panas bumi. “Setelah tenaganya habis, proyek tersebut akan ditawarkan kepada industri untuk mempercepat pertumbuhannya.” kata Enya. “Mudah-mudahan ini menjadi dorongan untuk mempercepat pemanfaatan energi panas bumi.”
Sumber: Kompas.com Dan Kontan.co.id
More Stories
Ringkasan: Anantara Resort di Indonesia; Tampa Hyatt sedang bergerak
Telin dan Indosat bermitra untuk meningkatkan konektivitas Indonesia dengan ICE System 2
Vaisala akan memodernisasi 14 bandara di Indonesia