Panas bumi dapat digunakan untuk ekonomi hijau kita
JAKARTA (ANTARA) – Indonesia dapat menjadi pusat industri panas bumi global karena potensi panas bumi yang sangat besar, kata Presiden PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) Ahmad Uniardo.
“Indonesia memiliki energi panas bumi yang melimpah. Listrik yang dihasilkan dari energi panas bumi sangat stabil dan ada ruang untuk harga yang kompetitif. Energi panas bumi sangat efisien sebagai pembangkit beban dasar untuk sistem tenaga apa pun,” katanya di sini, Senin. .
Uniardo mencatat dengan posisinya sebagai pusat industri panas bumi global, ketahanan energi berbasis panas bumi nasional dapat tercapai. Panas bumi telah menjadi sumber energi terbarukan yang paling sesuai untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
PGE adalah bagian dari portofolio Power and New Renewable Energy milik Pertamina.
Menurut Uniardo, pemerintah perlu melakukan upaya lebih untuk memenuhi target pengembangan panas bumi.
Energi panas bumi yang digunakan untuk menghasilkan hidrogen hijau dapat memiliki efek pengganda yang signifikan melalui pengembangannya, meskipun akan membutuhkan investasi yang besar.
“Kita dapat menggunakan energi panas bumi untuk ekonomi hijau kita. Ini akan membawa nilai lebih bagi Indonesia, tetapi kuncinya adalah bagaimana menghasilkan hidrogen hijau dengan biaya yang efektif,” katanya dalam lokakarya baru-baru ini tentang energi panas bumi.
PGE telah bekerja sama dengan beberapa kementerian terkait untuk pengembangan hidrogen hijau. Perusahaan juga telah mencari mitra strategis dalam bisnis.
Berita Terkait: Pertamina menghadirkan peluang investasi transisi energi untuk G20
“Ke depan, permintaan green hydrogen tidak hanya berasal dari industri dalam negeri tetapi juga dari luar negeri,” ujarnya.
Hingga saat ini, PGE menjadi nomor satu dalam pengelolaan panas bumi nasional dengan kapasitas terpasang 1.887 megawatt (MW). Sebanyak 1.205 MW dikelola dengan mitra dan 672 MW dioperasikan oleh PGE sendiri.
Pengembangan panas bumi diharapkan mencapai 5.444,5 MW pada tahun 2030, dengan kapasitas terpasang PT PLN sebesar 1.077,5 MW dan independent power producer (IPP), 4.367 MW.
Dalam dekade berikutnya, PGE bertujuan untuk menggandakan kapasitas terpasang energi bersih berbasis panas bumi. Pada tahun 2030, telah ditetapkan target peningkatan kapasitas terpasang menjadi 1.540 MW.
“Artinya pada tahun 2030, PGE berpotensi memberikan kontribusi pengurangan sembilan juta ton emisi CO2 per tahun dan bertujuan untuk menjadi salah satu dari tiga besar produsen panas bumi di dunia,” kata Uniardo.
Berita Terkait: DPR RI usulkan alihkan pengelolaan panas bumi ke SKK Migas
Sementara itu, Wakil Presiden Direktur Panas Bumi PT PLN Hendra U Donza Dontong mengatakan masalah kritis dalam pengembangan panas bumi adalah kesenjangan antara tarif listrik dan keekonomian proyek.
Dontang menyoroti beberapa alat untuk menutup kesenjangan, termasuk menerapkan pajak karbon, mengurangi biaya pembangkit listrik di Indonesia timur, insentif belanja modal, pengeboran pemerintah, dana energi hijau/bersih dan penggunaan teknologi tepat guna. Tingkat keberhasilan proyek.
Tarif listrik berbasis energi terbarukan lebih tinggi dibandingkan dengan berbasis bahan bakar fosil, sehingga memerlukan keterlibatan pemerintah untuk mendorong penggunaan energi baru dan terbarukan.
“Kita butuh kebijakan dari pemerintah, terutama soal tarif. Kalau tarifnya lebih tinggi dari PPP (biaya pembangkitan), subsidi juga akan naik,” tegasnya.
Berita Terkait: 10 UMKM binaan BPOLBF ikuti festival tenun eksotik
Berita Terkait: Kerja sama harus diperkuat untuk mempercepat pemulihan: BRIN
“Penggemar perjalanan. Pembaca yang sangat rendah hati. Spesialis internet yang tidak dapat disembuhkan.”
More Stories
Ringkasan: Anantara Resort di Indonesia; Tampa Hyatt sedang bergerak
Telin dan Indosat bermitra untuk meningkatkan konektivitas Indonesia dengan ICE System 2
Vaisala akan memodernisasi 14 bandara di Indonesia