Kebijakan luar negeri Indonesia yang tidak selaras
Kebijakan luar negeri Indonesia bersifat non-blok, dan hal ini terus berlanjut pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo sejak tahun 2014.
Didirikan pada awal tahun 1960-an, saat Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Rusia, ketika Indonesia memutuskan untuk tetap netral dan tidak memihak karena dapat membahayakan kedaulatannya.
Dengan demikian pihaknya yakin dapat menjaga hubungan baik dengan masing-masing negara dan tidak mempunyai musuh.
Oleh karena itu, ketika terjadi perang di Ukraina, Indonesia juga memutuskan untuk tidak memihak, hal ini mencerminkan hubungan baik dengan kedua negara sebelum terjadinya perang.
Ketika Rusia menginvasi Ukraina pada bulan Februari tahun lalu, Presiden Widodo menulis di Twitter: “Hentikan perang. Perang membawa penderitaan bagi umat manusia dan membahayakan seluruh dunia. Tweet tersebut tidak menyebutkan siapa yang menyerang siapa.
Bapak Widodo mengunjungi Ukraina dan Rusia empat bulan kemudian, pada bulan Juni, untuk memfasilitasi pembicaraan dan perdamaian antara kedua negara. Ia merupakan pemimpin Asia pertama yang mengunjungi kedua negara tersebut sejak perang, namun perjalanan tersebut tidak mengakhiri perang.
Lima bulan kemudian, pada pertemuan puncak para pemimpin Kelompok 20 (G20) pada bulan November, dengan Indonesia sebagai presiden bergilir, ia menegaskan: “Hentikan perang. Saya ulangi, hentikan perang. Banyak hal yang dipertaruhkan.”
Namun, Presiden Joko Widodo tidak pernah mengkritik Rusia atas invasinya ke Ukraina.
Namun demikian, Indonesia mendukung resolusi Majelis Umum PBB pada bulan Oktober lalu yang mengutuk aneksasi Rusia atas empat wilayah Ukraina.
Keputusan tersebut diambil meskipun tidak ada pemungutan suara mengenai resolusi PBB pada bulan April tahun lalu.
Saat itu, Indonesia abstain dalam referendum untuk mengeluarkan Rusia dari Dewan Hak Asasi Manusia PBB atas agresinya di Ukraina.
Menurut pemerintah, perubahan arah tersebut didasarkan pada kebijakan negara yang menghormati integritas wilayah.
Dalam beberapa tahun terakhir, efektivitas sikap non-blok Indonesia dipertanyakan di tengah persaingan yang sedang berlangsung antara Amerika Serikat dan Tiongkok.
Salah satu contohnya adalah ketegangan geopolitik di Laut Cina Selatan, yang berbatasan dengan Laut Natuna bagian utara Indonesia.
Nelayan Tiongkok telah melakukan pelanggaran di perairan Indonesia.
“Penggemar perjalanan. Pembaca yang sangat rendah hati. Spesialis internet yang tidak dapat disembuhkan.”
More Stories
Ringkasan: Anantara Resort di Indonesia; Tampa Hyatt sedang bergerak
Telin dan Indosat bermitra untuk meningkatkan konektivitas Indonesia dengan ICE System 2
Vaisala akan memodernisasi 14 bandara di Indonesia