Meski demikian, antusiasme masyarakat Tionghoa terlihat jelas, kenang Adi.
“Awalnya, merekrut orang itu mudah. Antusiasme masyarakat sangat tinggi. Ada banyak penari Tionghoa di grup saya. Satu per satu (anggota Tionghoa) pergi karena mereka menikah dan punya pekerjaan,” kata Adi, yang menggunakan satu nama.
“Sekarang sulit (meyakinkan orang untuk bergabung). Di grup saya, kami tidak memiliki banyak pemain baru setiap tahunnya,” lanjut Adi, seraya menambahkan bahwa semua rekrutan baru ini adalah non-China.
Daya tarik universal
Guntur Santoso, salah satu pendiri Sanggar Naga Merah Putih, memperkirakan 80 hingga 90 persen anggota rombongan barongsai di Indonesia bukan keturunan Tionghoa.
“Orang Tionghoa sibuk bekerja atau pergi ke sekolah. Sehingga, kesempatan mereka untuk berlatih dan tampil menjadi lebih sedikit,” katanya kepada CNA.
Namun Santoso berpendapat bahwa fakta ini tidak buruk bagi bentuk seni. Hal ini karena berarti mereka yang berada di lapangan lebih terlibat untuk memastikan keberhasilannya.
“Kami memiliki penari singa yang bersaing dan memenangkan acara internasional. Ini hanya akan terjadi jika ada orang yang bekerja keras, yang belajar, yang tidak melihatnya sebagai hobi, tetapi berkomitmen untuk berlatih,” ujarnya.
“Penggemar perjalanan. Pembaca yang sangat rendah hati. Spesialis internet yang tidak dapat disembuhkan.”
More Stories
Ringkasan: Anantara Resort di Indonesia; Tampa Hyatt sedang bergerak
Telin dan Indosat bermitra untuk meningkatkan konektivitas Indonesia dengan ICE System 2
Vaisala akan memodernisasi 14 bandara di Indonesia