Para ilmuwan telah menggunakan rumput laut sebagai indikator kesehatan terumbu karang selama beberapa dekade.
Tapi bagaimana jika rumput laut menyesatkan mereka?
Penelitian baru dari University of British Columbia mengungkapkan bahwa memang demikian, dan para ilmuwan membutuhkan cara baru untuk menentukan apakah aktivitas manusia merusak terumbu karang tertentu.
“Ini sangat penting saat ini, mengingat terumbu karang secara global terancam oleh tekanan akibat iklim,” kata Dr. Sarah Cannon, seorang postdoctoral fellow di UBC Institute for Oceans and Fisheries dan penulis utama studi tersebut.
Spesies lokal berperilaku berbeda
Rumput laut termasuk dalam kelompok organisme yang disebut makroalga. Makroalga di permukaan laut telah lama berfungsi sebagai proksi kesehatan terumbu karang, karena relatif cepat dan mudah diukur. Sejak tahun 1970-an, para ilmuwan telah berhipotesis bahwa dampak manusia lokal meningkatkan makroalga sekaligus menghancurkan terumbu karang yang tidak aktif.
Namun, penelitian tersebut baru saja dipublikasikan di Biologi perubahan global Itu melihat data dari lebih dari 1.200 situs di Indo-Pasifik selama 16 tahun dan mengungkapkan bahwa pendekatan ini menyesatkan dan mungkin mengandung tanda-tanda tekanan karang yang tidak kentara.
Misalnya, cakupan makroalga sangat bergantung pada[{” attribute=””>species growing in a particular area. Sargassum is less likely to grow in water contaminated by agricultural runoff, but Halimeda will thrive. In both cases, a reef will suffer.
The global research team concluded that using macroalgae coverage as an indicator of local human impacts can actually obscure how much our actions are harming reefs, and cause scientists to misidentify the reefs most in need of intervention.
Reference: “Macroalgae exhibit diverse responses to human disturbances on coral reefs” by Sara E. Cannon, Simon D. Donner, Angela Liu, Pedro C. González Espinosa, Andrew H. Baird, Julia K. Baum, Andrew G. Bauman, Maria Beger, Cassandra E. Benkwitt, Matthew J. Birt, Yannick Chancerelle, Joshua E. Cinner, Nicole L. Crane, Vianney Denis, Martial Depczynski, Nur Fadli, Douglas Fenner, Christopher J. Fulton, Yimnang Golbuu, Nicholas A. J. Graham, James Guest, Hugo B. Harrison, Jean-Paul A. Hobbs, Andrew S. Hoey, Thomas H. Holmes, Peter Houk, Fraser A. Januchowski-Hartley, Jamaluddin Jompa, Chao-Yang Kuo, Gino Valentino Limmon, Yuting V. Lin, Timothy R. McClanahan, Dominic Muenzel, Michelle J. Paddack, Serge Planes, Morgan S. Pratchett, Ben Radford, James Davis Reimer, Zoe T. Richards, Claire L. Ross, John Rulmal Jr., Brigitte Sommer, Gareth J. Williams and Shaun K. Wilson, 5 April 2023, Global Change Biology.
DOI: 10.1111/gcb.16694
More Stories
Roket Falcon 9 SpaceX berhenti sebelum diluncurkan, miliarder dalam misi khusus
Bagaimana lubang hitam bisa menjadi begitu besar dan cepat? Jawabannya terletak pada kegelapan
Seorang mahasiswa Universitas North Carolina akan menjadi wanita termuda yang melintasi batas luar angkasa dengan kapal Blue Origin