Ketika Presiden Indonesia Joko “Jokowi” Widodo menunjuk lawan presiden dua kali Prabowo Subianto sebagai menteri pertahanan pada tahun 2019, Banyak keraguan. Prabowo menjalankan kampanye yang memecah belah, dan para analis bertanya-tanya apakah dia akan benar-benar melaksanakan agenda Jokowi. Tetapi saat dia bersiap untuk pencalonan presiden ketiga, Prabowo dapat mengkampanyekan catatan prestasi di kementerian pertahanan Indonesia, terutama dalam menutup beberapa akuisisi besar-besaran.
Akuisisi pertahanan di Indonesia merupakan kombinasi dari kebutuhan operasional, keseimbangan fiskal dan tawar-menawar politik. A UU 2012 Perusahaan dalam negeri harus digunakan untuk pengadaan militer. Jika perusahaan asing digunakan, perjanjian tersebut harus mencakup beberapa bentuk transfer teknologi atau keterampilan. Kementerian keuangan juga harus menyetujui pinjaman luar negeri untuk akuisisi pertahanan besar. Pengadaan besar dipengaruhi oleh kepentingan ekonomi dan politik, seperti kebutuhan operasional atau strategis TNI.
Beberapa program besar yang bergerak maju di bawah pengawasan Prabowo mengilustrasikan hal ini dalam tindakan. Yang terbesar adalah A Kesepakatan blockbuster Dassault Prancis untuk membeli 36 jet tempur Rafale lagi Itu Kesepakatan itu berakhir pada 2022 Angsuran pertama telah dibayarkan, artinya enam unit pertama dijadwalkan untuk diproduksi dan dikirim pada tahun 2026. Jika Indonesia bergerak maju dengan pesanan penuh, biayanya sekitar $8,1 miliar.
Siaran pers dari PTDI, badan antariksa milik negara Indonesia, mengatakan akan ada pertukaran teknologi Bagian dari kontrak, meskipun tidak datang secara eksklusif. Airbus, yang memegang 9,9 persen saham Dassault, telah lama menjadi mitra PTDI. Kesepakatan Rafale, serta A Pembelian baru-baru ini Pembelian dua pesawat angkut A400 Atlas langsung dari Airbus akan melibatkan transfer teknologi, kemampuan dan lisensi dari Airbus dan Dassault ke PTDI dan perusahaan Indonesia lainnya. Angkatan bersenjata Indonesia membutuhkan pesawat ini, tetapi meningkatkan kemampuan produksi dalam negeri merupakan aspek kunci dari strategi akuisisi yang lebih besar.
Hal serupa terjadi dengan pembelian C-130J-30 Super Hercules baru-baru ini dari Lockheed Martin. Indonesia memiliki armada C-130H yang sudah tua dan ingin melakukan upgrade. C-130J pertama dikirim ke Jakarta awal tahun ini, dan empat lagi sedang diproduksi dan diharapkan tiba dalam dua tahun ke depan. Sebagai bagian dari perjanjian tersebut, PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk (GMFI), anak perusahaan maskapai penerbangan milik negara Garuda, Menerima sertifikat Dari Lockheed Martin untuk perawatan dan modifikasi C-130H yang ada. Sekali lagi, Indonesia membutuhkan pesawat-pesawat ini tetapi menginginkan lebih dari sekadar badan pesawat dari kesepakatan. Ini mendukung pertukaran keterampilan, keterampilan produksi dan pemeliharaan.
Kesepakatan blockbuster lain yang tidak pernah tercapai adalah pembelian 36 F-15 dari Boeing. Kesepakatan $13,9 miliar mendapat persetujuan dari Departemen Luar Negeri AS tetapi tampaknya tidak akan berhasil. Kabarnya, poin utama yang mencuat Pendanaan dan biaya, Boeing prihatin dengan kemampuan pemerintah Indonesia menyembunyikan label harga. Poin penting lainnya mungkin terkait dengan transfer teknologi. Jika Indonesia melanjutkan pembelian sebesar itu, mereka mengharapkan keterlibatan dan peningkatan teknis dan Boeing tidak akan menerima permintaan Dassault atau Airbus. Pada akhirnya, bahkan jika pemerintah AS ingin melanjutkan kesepakatan ini, Boeing bertanggung jawab kepada para pemangku kepentingannya dan dipandu terutama oleh kepentingan bisnisnya.
Secara umum, perusahaan pertahanan Prancis, banyak di antaranya adalah milik negara, telah menunjukkan keinginan untuk memberikan apa yang benar-benar diinginkan Indonesia dalam hal akuisisi besar-besaran. Bukan hanya perangkat keras dan sistem yang mahal, tetapi pengetahuan dan teknologi yang dapat meningkatkan kemampuan produksi dalam negeri. Ada Indonesia Pidato Tingkat Lanjut Misalnya dengan Angkatan Laut Prancis, untuk membeli sepasang kapal selam Scorpene. Rincian masih dikerjakan, tetapi setidaknya beberapa produksi kemungkinan akan dilakukan di fasilitas galangan kapal milik negara PT PAL di Surabaya.
Di Indonesia, modernisasi militer bukan hanya soal anggaran. Ini tentang menyeimbangkan kebutuhan operasional dan strategis angkatan bersenjata dengan keharusan politik untuk berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi. Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa program pengadaan yang kompleks dan mahal, sering kali melibatkan perusahaan pertahanan asing dan utang miliaran dolar, telah dimajukan sambil melewati rintangan.
Pengeluaran pemerintah untuk pemeliharaan dan pengadaan sistem pertahanan utama terus meningkat sejak 2019, mencapai angka tertinggi sepanjang masa sebesar $3 miliar pada tahun 2022. Sebagian karena pengeluaran publik secara keseluruhan meningkat selama pandemi. Tetapi sebagian darinya adalah sebagai menteri pertahanan Prabowo Subianto dapat menggunakan modal politik yang cukup besar untuk menutup kontrak-kontrak besar. Masih harus dilihat bagaimana dinamika ini akan terjadi di masa depan ketika Prabowo mengalihkan fokusnya untuk mengejar masa jabatan ketiga sebagai presiden.
More Stories
Ringkasan: Anantara Resort di Indonesia; Tampa Hyatt sedang bergerak
Telin dan Indosat bermitra untuk meningkatkan konektivitas Indonesia dengan ICE System 2
Vaisala akan memodernisasi 14 bandara di Indonesia